Jumat, 19 Desember 2008

Seminar Ekonomi Syariah


Rakyat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mayoritas muslim dan didukung oleh sumber daya yang kuat harus menjadi pioner penganut ekonomi syariah. Paling tidak, bisa menjadi proyek percontohan bagi pengembangan ekonomi secara nasional.

Hal itu dikatakan pakar ekonomi syar’ah, DR Muhammad Safii Antonio M.Ec dalam tabligh akbar di Mesjid Baiturrahman Lhokseumawe, Senin malam, (27/10).
“Ekonomi kapitalis terbukti tidak menjadi suatu metode yang tepat untuk membangun sebuah peradaban perekonomian dunia. Soalnya, menganut sistem ekonomi riba, dalam Islam riba adalah sangat dilarang, tapi justru ekonomi tersebut yang dianut hampir seluruh masyarakat dunia. Padahal ekonomi riba secara terang-terangan memunculkan keserakahan tiada batas,” katanya.
Dia mengatakan, dirinya sempat diusir dari rumahnya, gara-gara menganut agama Islam saat di bangku SMA. Menurutnya, ekonomi kapitalis, saat ini sering ambruk. Seperti Lehman Brothers salah satu perusahaan perumahan terkemuka di AS yang memiliki kekayaan US$ 623 miliar atau setara dengan Rp 623.000 triliun dengan kurs 1 US $ = Rp10.000.
“Kini telah bangkrut akibat sekitar satu juta nasabah gagal bayar sehingga terjadi kebangkrutan yang sangat luar biasa dan diikuti runtuhnya lembaga-lembaga keuangan seperti America International Groups (AIG) dan sebagainya. Kondisi ini ternyata berdampak sangat luas sampai ke Eropa dan Asia termasuk di dalamnya Indonesia. Dalam kondisi seperti itu sudah saatnya bagi kita masyarakat muslim bangkit bersama-sama menerapkan pola ekonomi syari’ah, karena terbukti ekonomi kapitalis akibat keserakahan dan riba tadi sudah mulai hancur,” urainya.
Konsep ekonomi syariah sedikit banyak mulai bermunculan di Indonesia dengan ditandai munculnya perbankan syari’ah dengan pola sukuk.
“Anehnya di Indonesia yang mayoritas muslim justru terlambat menerapkan pola sukuk tersebut. Eropa sudah duluan diantaranya Jerman, Inggris dan Kanada sudah menerapkan, sedangkan di negara Arab, Uni Emirat Arab, Kuwait, Pakistan dan Dubai, sedangkan Asia, Jepang, China, Singapore dan juga Indonesia baru akan menerapkan. Kalaupun sudah diterapkan hanya sifatnya belum menyeluruh. Oleh karena itu kita berharap Aceh harus secepatnya menerapkan pola ekonomi syari’ah,” katanya.

Selasa, 07 Oktober 2008

Pustaka Hasbi Ash Shiddieqy akan gelar Pameran Buku Internasional 2008





LHOKSEUMAWE-Pusat Studi Islam dan Perpustakaan Tgk M Hasbi Ash Shiddiqy, Mon Geudong, Lhokseumawe, bakal menggelar pameran buku internasional 2008. Rencananya, kegiatan akan dilangsungkan di Gedung Hasbi Ash Shiddieqy, Lhokseumawe ini dilaksanakan dengan mengambil momen peringatan Sumpah Pemuda ke 80.

Menurut Ketua Pusat Studi Islam dan Perpustakaan Hasbi Ash Shiddieqy H.Z.Fuad Hasbi, pameran yang diselenggarakan pada 25-29 Oktober tersebut, disamping untuk memperingati sumpah pemuda, juga untuk memperkenalkan khasanah perbukuan tanah air, dengan berbagai jenis buku.

Juga memperkenalkan aneka penerbitan buku agama yang berkualitas dan berpaham pada moderat, guna menciptakan umat beragama yang berintegritas tinggi, toleran serta berwawasan luas.

Disebutkan juga kegiatan yang dilaksanakan adalah pameran buku yang diikuti oleh para penerbit dari dalam dan luar negeri. Seperti dari Malayasia dan juga Singapura. Selain daripada para penerbit yang tergabung dalam wadah IKAPI.

Sementara mengenai sumber dana penyelenggaraan pameran buku, berasal pihak Yayasan Hasbi Ash Shiddieqy dan dari PT. Pupuk Iskandar Muda Lhokseumawe

Setiap peserta yang ingin mendaftar dan ikut serta pada pameran ini, wajib mendaftarkan diri terlebih dahulu. Sedangkan pihak penyelenggara menyediakan stand Cuma-Cuma ukuran 3 x 3 Meter bentuk partisi dengan fasilitas terdiri dari lampu penerang, meja, kursi dan papan nama.

Selain daripada pameran buku, juga digelar lomba pidato untuk tingkat siswa SMTA serta lomba kaligrafi untuk siswa SMP. Kedua lomba tersebut, dilakukan satu paket dari kegiatan pameran buku.

Pameran ini juga di isi oleh seminar ekonomi syariah yang menghadirkan pakar ekonomi syariah

Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec. dan akan diadakan tagblih akbar pada tanggal 27 Oktober 2008

Selasa, 05 Agustus 2008

Pameran Buku Internasinal


PROGRAM PAMERAN BUKU INTERNASIONAL 2008

Dalam momentum peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-80 yang jatuh pada tanggal 28 Oktober 2008, kami akan menggelar sebuah pameran buku akbar dengan nama “Pameran Buku Internasional 2008”.

Pameran ini dimaksudkan untuk mengenang suatu peristiwa sejarah bahwa 80 tahun yang lalu para pemuda kita telah mempelopori perjuangan menyatukan bangsa dengan bertekad: Bertanah air satu, tanah air Indonesia. Berbangsa satu, bangsa Indonesia. Berbahasa satu, bahasa Indonesia.

Salah satu upaya untuk mewujudkan tekad ini, adalah dengan terus-menerus meningkatkan kesadaran berbangsa, kesadaran bertanah air dan kesadaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar bagi seluruh elemen masyarakat luas, baik muda maupun tua, baik pelajar maupun mahasiswa, baik lelaki maupun perempuan. Dengan membaca buku, masyarakat akan belajar dan mengetahui bahwa perkembangan bahasa Indonesia sungguh sangat pesat. Banyak kosakata baru yang diadopsi dari bahasa daerah dan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia yang telah diterima sebagai bahasa yang baku. Dan ini bisa dipelajari dengan membaca.

Penyelenggaraan pameran buku, di samping untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda, juga dimaksudkan untuk memperkenalkan khazanah perbukuan di tanah air dengan jenis buku yang amat beragam. Masyarakat harus digerakkan minatnya untuk mencintai buku, digerakkan untuk mengenal beragam buku yang terbit dewasa ini. Masyarakat juga harus digalakkan untuk mengetahui perkembangan ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu lainnya.

Alangkah sayang, jika masyarakat hanya terpaku kepada buku-buku, khususnya buku-buku agama yang sudah diterbitkan 30 – 40 tahun yang silam tanpa bisa mem­bandingkan dengan buku-buku kontemporer. Masyarakat harus dipicu dengan semangat banyak membaca sehingga banyak mengetahui.

Sebagai salah satu misi dari Pusat Study Islam dan Per­pus­takaan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, sebagai media study dan dakwah, penyelenggaraan pameran ini merupakan wujud nyata dari implementasi program Yayasan yang sudah dipersiapkan.

I. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Mengembangkan minat baca masyarakat Aceh melalui pameran, publi­kasi dan promosi dan menjadikan buku sebagai kebutuhan hidup.

2. Memperkenalkan aneka penerbitan buku agama yang berkualitas dan berpaham moderat guna menciptakan umat beragama yang ber­integritas tinggi, toleran serta berwawasan luas.

3. Memperluas kesempatan membaca dan memperbesar golongan pem­baca di setiap lini dengan motto “Tiada hari tanpa membaca.”

4. Meningkatkan mutu pengetahuan dan pendidikan di kalangan masyarakat luas melalui gerakan “Ayo membaca mengantar bangsa setara dunia!”

5. Meningkatkan layanan perpustakaan sebagai akses informasi faktual bagi masyarakat.

II. TEMA

Buku Berkualitas, Masyarakat Cerdas

III. SASARAN

1. Meningkatnya Sumber Daya Manusia melalui gerakan peningkatan minat baca di kalangan siswa, mahasiswa, guru, dosen, birokrat, teknokrat dan masyarakat.

2. Meningkatnya fungsi dan peranan buku dalam kehidupan masyarakat serta maju dan berkembangnya usaha penerbitan buku sebagai upaya menumbuhkan pengetahuan meraih prestasi.

3. Tumbuh dan berkembangnya minat masyarakat menjadikan Pusat Study Islam dan Perpustakaan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy sebagai media men­cerdaskan kehidupan bangsa.

IV. BENTUK KEGIATAN DAN PENYELENGGARA

Kegiatan utama yang akan dilaksanakan adalah pameran buku yang diikuti oleh para penerbit dari dalam dan luar negeri. Untuk terlaksananya kegiatan tersebut perlu men­dapat dukungan dari berbagai pihak dan kalangan.

Pusat Study Islam dan Perpustakaan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy hanya menyediakan tempat saja sedangkan acara dan kegiatan diharapkan dapat diisi dan ditangani oleh pihak-pihak terkait dengan ketentuan segala keperluan dan tata laksana kegiatan sepenuhnya men­jadi beban dan tangung jawab penyelenggara.

Adapun bentuk kegiatan dan penyelenggara adalah sbb:

1. Pameran dan Penjualan buku (Penyelenggara dan Penang­gung­jawab Pusat Study Islam dan Perpustakaan Tgk. M. Hasbi Ash- Shiddieqy)

Kegiatan utama pameran adalah memamerkan aneka buku bermutu baik buku ilmu pengetahuan, agama, teknologi, politik, sosial budaya dan berbagai buku bermutu lainnya karya penulis terkemuka serta buku-buku jenis lainnya. Sesuai dengan pangsa pasar yang dituju yaitu kalangan perguruan tinggi, sekolah dan masya­rakat umum, maka buku-buku yang akan dipamerkan diharap­kan akan menjadi daya tarik utama bagi ber­bagai kalangan untuk membeli dan memiliki­nya.

Pihak Penyelenggara/Penang­gung­jawab bertugas menyiap­kan sarana dan pra­sarana berupa pengadaan 40 unit stand dalam bentuk partisi ukuran 3 x 3 m secara lengkap yang akan digunakan untuk peserta pameran.

Selain itu juga menyiapkan tempat dan fasilitas untuk kegiatan-kegiatan lainnya, yaitu Temu Penulis dan Bedah Buku, Kajian Buku Bermutu, Lomba Pidato, dan Lomba Kaligrafi.

2. Temu Penulis dan Bedah Buku

Melalui kegiatan temu penulis dan bedah buku diharapkan para penulis yang akan diundang dalam kegiatan pameran buku dapat ber­bagi pengalaman dan kiat-kiat menulis/mengarang agar mampu menggugah berbagai kalangan terutama sekali kalangan perguruan tinggi dan ilmuan lainnya untuk menjadi penulis/pengarang handal yang akan menulis/mengarang berbagai jenis buku sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.

3. Kajian Buku Bermutu

Almarhum Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy telah banyak menulis dan mener­bitkan buku-buku agama yang bermutu dan banyak masyarakat yang mempedomani buku- buku beliau sebagai rujukan dalam beribadah, ber­muamalah, dan berbagai keperluan hidup lainnya. Kini buku-buku beliau sudah semakin langka. Diharapkan selama pameran buku berlangsung ada para pakar yang mampu mengkaji makna dan arti buku-buku tersebut dan se­kaligus diharapkan dengan rujukan buku-buku tersebut akan ada buku-buku pembaharu lainnya dengan merujuk kepada buku-buku peninggalan beliau untuk diterbitkan.

4. Lomba Pidato Siswa SMTA

Guna menggugah para siswa SMTA untuk gemar membaca, maka diselenggarakan lomba pidato yang diikuti oleh para siswa SMTA. Judul pidato tetap merujuk kepada topik-topik berkaitan dengan buku-buku karangan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy dan buku-buku pengarang/penerbit lainnya. Dengan adanya lomba pidato ini para siswa diarah­kan untuk membaca buku-buku yang diperlukan sebagai rujukan mereka dalam menyam­pai­kan pesan-pesan dalam lomba pidato.

5. Lomba Kaligrafi Siswa SLTP

Lomba kaligrafi merupakan salah satu paket acara yang digelar selama pameran buku berlangsung. Lomba kaligrafi diikuti para siswa SLTP dengan tema lukisan menyangkut memahami dan mendalami isi kandungan Al Qur'an. Pemahaman tersebut akan dituangkan dalam bentuk lomba kaligrafi.

V. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

“Pameran Buku Internasional 2008” direncanakan pelaksanaannya tanggal 25-29 Oktober 2008 bertempat di Pusat Study Islam dan Perpustakaan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Jalan Pase Simpang-4 Mon Geudong Kota Lhokseumawe.

Jadwal acara selengkapnya akan disusun secara bersama-sama dengan Penye­lenggara dan Penanggungjawab kegiatan.

Kamis, 31 Juli 2008

Hasbi Ash-Shiddieqy Pemikir Aceh Modern

Serambi Minggu 31 Agustus 2003

Sosok Hasbi Ash-Shiddieqy, sang pembaharu pemikiran Islam di Indonesia, namun Ia juga pemikir Aceh modern yang telah berkarya dan menulis buku-buku pembaharuan pemikiran Islam dan modernisasi dalam pertumbuhan Fiqh di Indonesia. Karyanya telah tersebar diberbagai negara seperti Malaysia, Thailand serta sampai ke belahan dunia barat.

Sosok Hasbi itu diungkapkan Rektor IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr H Rusjdi Ali Muhammad SH yang didampingi sejumlah pimpinan dan Drs Yusny Saby MA PhD Direktur Program Pascasarjaan IAIN Ar-Raniry kepada sejumlah wartawan, Sabtu (30/8). Saat itu, ia menjadi nara sumber pada konferensi pers tentang rencana pelaksaan simposium nasional, yang digelar di Kampus IAIN Ar-Raniry Darussalam.

Dijelaskannya, almarhum Hasbi Ash-Shiddiegy adalah Dekan pertama fakultas Syari'ah periode 1960-1962. Ia merupakan cikal bakal lahirnya IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Selain itu, Rusjdi berharap akan lahir "Hasbi-hasbi" baru di Nanggroe Aceh Darussalam. Khususnya dan Indonesia umumnya sebagai pemikir Islam dalam simposium nantinya.

Dalam kesempatan itu, Rektor juga menjelaskan bahwa simposium nasional ini digelar dalam rangka memperingati hari jadi ke-40 IAIN Ar-Raniry. Selain itu, kegiatan itu juga dimaksudkan untuk mengenang 100 tahun Hasbi Ash-Shiddieqy dan refleksi serta momentum ke mana arah dan langkah lembaga ini ke depan.

Penyelenggraan simposium sehari itu, bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Propinsi NAD. "Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia" diusung sebagai tema pada simposium yang akan diselenggarakan, Senin (8/9). Direncanakan, kegiatan ini akan dibuka oleh Gubernur Abdullah Puteh.

Dalam simposium itu, akan tampil sejumlah pemakalah dari Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Medan, dan Banda Aceh. Di antaranya pemakalah itu, Zakiul Fuad Hasbi Ash-Shiddieqy SH yang juga mantan Kakanwil Parpostel Daerah Istimewa Aceh sekaligus anak kandung Hasbi Ash- Shiddieqy. Ia mengupas otobiografi Hasbi Ash-Shiddieqy.(m)

Jumat, 25 Juli 2008

RIWAYAT HIDUP TEUNGKU MUHAMMAD HASBI ASH-SHIDDIEQY


(Lahir di Lhokseumawe, 10 Maret 1904 – Wafat di Jakarta, 9 Desember 1975). Seorang ulama Indonesia, ahli ilmu fiqih dan usul fiqih, tafsir, dan ilmu kalam.

Ayahnya, Teungku Qadli Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn Muhammad Su’ud, adalah seorang ulama terkenal di kampungnya dan mempunyai sebuah pesantren (meunasah). Ibunya bernama Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz. Putri seorang Qadli Kesultanan Aceh Ketika itu. Menurut silsilah, Hasbi Ash- Shiddieqy adalah keturunan Abubakar ash- Shiddieq (573-13 H/634 M), khalifah pertama. Ia sebagai generasi ke- 37 dari khalifah tersebut meletakkan gelar ash- Shiddieqy di belakang namanya.

Pendidikan Agamanya di awali di dayah ( pesentren)milik ayahnya. Kemudian selama 20 tahun ia mengunjungi berbagai dayah dari satu kota ke kota lain. Pengetahuan bahasa Arabnya diperoleh dari Syeh Muhammad Ibnu Salim Al Kalali, seorang ulama berkebangsaan Arab. Pada tahun 1926, ia berangkat ke Surabayadan melanjutkan pendidikan di Madrasah al- Irsyad, sebuah organisasi keagamaan yang didirikan oleh Syekh Ahmad Soorkati ( 1874- 1943),ulama yang berasal dari Sudan yang mempunyai pemikiran moderen ketika itu. Di sini ia mengambil pelajaran Takhassus (spesialis)dalam bidang pendidikan dan bahasa. Pendidikan ini dilaluinya selama 2 tahun. Al- Irsyad dan Ahmad Soorkati inilah yang ikut berperan dalam membentuk pemikirannya yang moderen sehingga, setelah kembali ke Aceh. Hasbi ash- Shiddieqy langsung bergabung dalam keanggotaan organisasi Muhammadiyah.

Pada Zaman demokrsi liberal ia terlibat secara aktif mewakili Partai Masyumi (Majelis Suryono Muslimin Indonesia) dalam perdebatan ideologi di Konstintuante. Pada tahun 1951 ia menetap di Yogyakarta dan mengkonsentrasikan diri dalam bidang pendidkan. Pada tahun 1960 ia diangkat menjadi dekan Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Jabatannya ini di pegangnya hingga tahun1972. Kedalam pengetahuan keislamannya dan pengakuan ketokohannya sebagai ulama terlihat dari beberapa gelar doktor (Honoris Causa) yang diterimanya, seperti dari Universistas Islam Bandung pada 22 Maret 1975 dan dari IAIN Sunan Kalijaga pada 29 Oktober 1975. Sebelumnya, pada tahun 1960, ia diangkat sebagai guru besar dalam bidang ilmu hadis pada IAIN Sunan Kalijaga.

Hasbi Ash-Shiddieqy adalah ulama yang produktif menuliskan ide pemikiran keislamannya. Karya tulisnya mencakup berbagai disiplin ilmu keislaman. Menurut catatan, buku yang ditulisnya berjumlah 73 judul (142 jilid). Sebagian besar karyanya adalah tentangfiqih (36 judul). Bidang- bidang lainnya adalah hadis (8 judul), tafsir (6 judul), tauhid (ilmu kalam ; 5 judul). Sedangkan selebihnya adalah tema-tema yang bersifat umum.

Pemikiran

Seperti halnya ulama lain, Hasbi Ash-Shiddieqy berpendirian bahwa syari’at Islam sifat dinamis dan eletis, sesuai dengan perkembangan masa dan tempat,. Ruang lingkupnya.mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik dalam hubungannya dengan sesama maupun dengan Tuhannya. Syari’at Islam yang bersumber dari Wahyu Allah SWT., ini kemudian di pahami oleh umat islam melalui metode.ijtihad untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang timbul dalam masyarakat. Ijtihad inilah yang kemudian melahirkan fiqh. Banyak kitab fiqh. Yang ditulis oleh ulama mujtahid. Di antara mereka yang terkenal adalah imam-imam mujtahid pendiri mazhab yang empat: Abu Hanifah, Malik, asy- Syafi’I dan Ahmad Hanbal.

Akan tetapi menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, banyak umat islam, kususnya di Indonesia, yang tidak membedakan antara syari’at yang berlangsung berasal dari Allah Swt, dan fiqih yang merupakan pemahaman ulama mujtahid terhadap syari’at tersebut. Selama ini terdapat kesan bahwa Islam Indonesia cenderung menganggap fiqih sebagai syari’at yang berlaku absolute. Akibatnya, kitab-kitab fiqih yang ditulis imam-imam mazhab dipandang sebagai sumber syari’at, walaupu terkadang relefansi pendapat imam mazhab tersebut ada yang perlu diteliti dan dikaji ulang dengan konteks kekinian., karma hasil ijtihat mereka tidak terlepas dari situasi dan kondisi sosial budaya serta lingkungan geografis mereka. Tentu saja hal ini berbeda dengan kondisi masyarakat kita sekarang.

Menurutnya, hukum fiqih yang di anut oleh masyarakat Islam Indonesia banyak yang tidak sesuai dengan bangsa Indonesia. Mereka cenderung memeksakan keberlakuan fiqih imam-imam mazhab tersebut. Sebagai alternative terhadap sikap tersebut, ia mengajukan gagasan perumusan kembali fiqih Islam yang berkepribadian Indonesia. Menurutnya, umat islam harus dapat menciptakan hukum fiqih yang sesuai latar belakang susiokultur dan lerigi masyarakat Indonesia. Namun begitu , hasil ijtihat ulama masa lalu

Bukan berarti harus dibuang sama sekali, melainkan harus diteliti dan di pelajari secara bebas, kritis dan terlepas dari sikap fanatic. Dengan demikian, pendapat ulama dari mazhab manapun, asal sesuai dan relefan dengan situasi masyarakat Indonesia, dapat diterima dan diterapkan.

Untuk usaha ini, uluma harus mengembangkan dan menggalakkan ijtihat. Hasbi ash-Shiddieqy menolak pandangan bahwa pintu ijtihat telah tertutup, karna ijtihat adalah suatu kebutuhan yang tidak dapat dielakkan dari masa ke masa. Menurutnya, untuk menuju fiqih Islam yang berwawasan ke Indonesia, ada tiga bentuk ijtihat yang perlu dilakukan.

Pertama. Ijtihat dengan mengklasifikasikan hukum-hukum produk ulama masa lalu. Ini dimaksudkan agar dapat dipilih pendapat yang masih cocok untuk diterapkan dalam masyarakat kita.

Kedua ijtihad dengan mengklasifikasikan hukum-hukum yang semata mata didasarkan pada adat kebiasaan dan suasana masyarakat dimana hukum itu berkembang.hukum ini, menurutnya, berubah sesuai dengan perubahan masa dan keadaan masyarakat.

Ketiga ijtihad dengan mencari hukum-hukum terhadap dengan masalah kontemporer yang timbul sebagai akibat dari kemajuan ilmu dan teknologi, seperti transplatsi organ tubuh, bank, asuransi,bank, air susu ibu, dan inseminasi buatan.

Karena kompleksnya permasalahan yang terjadi sebagai dampak kemajuan peradaban, maka pendekatan yang dilakukan untuk mengatasinya tidak bisa terpilah-pilah pada bidang tertentu saja. Permasalahan ekonomi, umpamanya, akan berdampak pula pada aspek-aspek lain. Oleh karna itu menurutnya ijtihat tidak dapat terlaksana dengan efektif kalau dilakukan oleh pribadi-pribadi saja. Hasbi Ash-Shiddieqy menawarkan gagasan ijtihad jama’I (ijtihat kolektif).anggotanya tidak hanya dari kalangan ulama, tetapi juga dari berbagai kalangan muslim lainnya, seperti ekonom, dokter, budayawan, dan politikus, yang mempunyai fisi dan wawasan terhadap permasalahan umat Islam, masing-masing mereka yang duduk dalam lembaga ijtihad kolektif ini berusaha memberikan kontribusi pemikiran sesua dengan keahlian dan disiplin ilmunya. Dengan demikian rumusan ijtihad yang diputuskan oleh lembaga ini lebih mendekati kebenaran dan jauh lebih sesuai dengan tuntutan situasi dan kemaslahatan masyarakat. Dalam gagasan masyarakat ini ia memandang urgensi metodologi pengambilan dan penetapan hukum ( istinbath ) yang telah dirumuskan oleh ulama seperti Qias, Istihsan, maslahah mursalah (maslahat)dan urf.

Lewat ijtihat kolektif ini umat Islam Indonesia dapat merumuskan sendiri fikih yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.rumusan fikih tersebut tidak harus terikat pada salah satu mazhab, merupakan penggabungan pendapat yang sesuai dengan keadaan masyarakat. Dan memang menurutnya hukum yang baik adalah yang mempertimbangkan dan memperhatikan kondisi sosial, ekonomi, budaya, adat istiadat, dan kecenderungan masyarakat yang bersangkutan. Hasbi Ash-Shiddieqy bahkan menegaskan bahwa dalam sejarahnya banyak kitab fiqih yang di tulis oleh ulama yang mengacu pada adat istiadat ( urf) suatu daerah. Contoh paling tepat dalam hal ini adalah pendapat imam Asy-Syafi’I yang berubah sesuai dengan lingkungan tempat tinggalnya. Pendapatnya ketika masih di Irak(Qaul Qadim/pendapat lama) sering berubah ketika dia berada di Mesir ( Qaul Jadid/pendapat baru) karna perbedaan lingkungan adat-istiadat kedua daerah.

Selain pemikiran diatas, ia juga melakukan ijtihat untuk menjawab permasalahan hukum yang muncul dalam masyarakat. Dalam persoalan zakat, umpamanya, pemikiran ijtihat hasbi Ash- Shiddieqy tergolong dan maju.secara umum ia sependapat dengan jumhur ulama yang mengatakan bahwa yang menjadi objek zakat adalah harta, bukan orang. Oleh karn aitu, dari harta anak kecil yang belum mukallaf yang telah sampai nisabnya wajib di keluarkan zakatnya oleh walinya.

Hasbi Ash-shiddieqy memandang bahwa zakat adalah ibadah sosial yang bertujuan untuk menjembatani jurang antara yang kaya dan yang miskin. Oleh sebab itu ia berpendapat bahwa zakat dapat dipungut dari non muslim( kafir kitabi) untuk diserahkan kembali demi kepentingan mereka sendiri. Ia mendasarkan pendapatnya pada keputusan Umar ibn Al-Khaththab (581-544 M. ), Khalifah kedua setelah nabi Muhammad saw. Wafat, untuk memberikan zakat kepada kaum zimmi atau ahluzzimmah (orang-orang non muslim yang bertempat tinggal di wilayah Negara Islam) yang sudah tua dan miskin. Umar juga memungut zakat dari Nasrani Bani Tughlab. Pendapat ini dilandasi oleh prinsip pembinaan kesejahteraan bersama dalam suatu Negara tanpa memandang agama dan golongannya.

Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, karna fungsi sosial zakat adalah untuk mengentaskan kemiskinan, maka prinsip keadilan haruslah di utamakan dalam pemungutan zakat. Ia berpendapat bahwa standarisasi ukuran nisab sebagai syarat wajib perlu ditinjau ulang. Ia memahami ukuran nisab tidak secara tektual, yaitu sebagai symbol-simbol bilangan yang kaku.ia mendasarkan bahwa nisab zakatmemang telah diatur dan tidak dapat diubah menurut perkembangan zaman. Akan tetapi, standar nisab ini harus di ukur dengan emas, yaitu 20 miskal atau 90 gram emas. Menurutnya, emas dijadikan standar nisab karena nilanya stabil dengan alat tukar.

Sejalan dengan tujuannya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat, ia memandang bahwa pemerintah sebagai ulil-amri ( penguasa pemerintahan di Negara Islam) dapat mengambil zakat secara paksa terhadap orang yang enggan membayarnya.Ia juga berpendapat bahwa pemerintah hendaknya membentuk sebuah dewan zakat ( baitul mal) untuk mengkoordinasi dan mengatur pengeloalaan zakat. Dewan ini haruslah berdiri sendiri, tidak dimasukkan Departemen Keuangan atau perbendaharaan Negara. Karna pentingnya masalah zakat ini, ia mengusulkan agar pengaturannya dituang dalam bentuk undang-undang yang mempunyai kekuatan hukum.

Karya

Diantara karya-karya unggulan almarhum adalah :

Tafsir dan ilmu Al Quran:

1. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-nuur

2. Ilmu-ilmu Al-Qur’an

3. Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an / Tafsir

4. Tafsir Al Bayan

Hadist :

1. Mutiara Hadist ( jilid I-VIII)

2. Sejarah dan pengantar ilmu hadist

3. pokok-pokok ilmu dirayah hadist (I-II)

4. koleksi hadist-hadist hukum (I-IX)

Fiqh :

1. Hukum-hukum fiqih islam

2. Pengantar ilmu fiqih

3. pengantar hukum islam

4. pengantar fiqih muamalah

5. fiqih mawaris

6. pedoman shalat

7. pedoman zakat

8. pedoman puasa

9. pedoman haji

10. peradilan dan hukum acara islam

11. interaksi fiqih islam dengan syari’at agama lain ( hukum antar golongan)

12. Kuliah ibadah

13. pidana mati dalam syari’at islam

Umum :

1. Al Islam ( Jilid I-II)

Rabu, 23 Juli 2008

APAKAH SHALAT ‘IED HUKUMNYA "SUNNAT"


Dalam merayakan ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha tahun 1428 H, muncul pendapat yang mengatakan bahwa Shalat ‘Ied hukumnya Sunnah serta Indonesia tidak perlu mengikuti rukyah Arab Saudi karena berbeda mathla’.

Untuk kedua peristiwa keagamaan ini, penetapan 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah, Pemerintah menetapkan tanggal yang berbeda dengan penetapan Pemerintah Arab Saudi. Untuk meyakinkan sebagian masyarakat yang merayakan ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha yang lebih memilih merayakannya bersama umat Islam di Arab Saudi Pemerintah menghimbau agar umat Islam di Indonesia menyelenggarakan shalat .Ied pada hari yang sesuai dengan Keputusan sidang Isbat yang diselenggarakan di Departemen Agama.

Terhadap pendapat diatas, kami punya pandangan yang berbeda.

1. Shalar ‘Ied hukumnya “wajib”, bukan sunnat..

Shalat ‘Ied hukumnya “wajib”, jika kita mencontoh amalan Nabi saw, Shalat ini diwajibkan (difardhukan) juga terhadap kaum perempuan. Para ulama berselisih paham dalam menetapkan hukum tentang shalat ‘Ied. Namun pendapat yang haq dalam hal ini adalah bahwasanya shalat ‘Ied hukumnya “wajib”.

Mari kita kaji mengapa shalat ‘Ied dihukum “wajib”.

a) Shalat ‘Ied adalah syiar Islam yang paling semarak Rasulullah saw dan para sahabatnya tidak pernah meninggalkannya,

b) Jika shalat ‘Ied ini adalah shalat sunnat, tentulah Rasulullah pernah meninggalkannya barang sekali saja. Sebagaimana Rasulullah pernah meninggalkan shalat malam dibulan Ramadhan, dan beliau pernah meninggalkan wudhu bagi tiap – tiap shalat. Hal ini menunjukkan bahwa shalat malam dibulan Ramadhan, bukan wajib - hanya sunnah dan wudhu itu tidak wajib untuk setiap shalat. Kita boleh mengerjakan shalat sebanyak-banyaknya dengan sekali wudhu saja, jika wudhu itu belum batal.

c) Selain itu, shalat ‘Iedain diperintahkan Allah, sebagaimana perintah terhadap shalat Jum’at.

Firman Allah swt.:” Maka bershalatlah engkau untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban” (Q. Al Kautsar, 108)

d)Rasulullah memerintahkan para sahabatnya pergi ke Tanah Lapang (Mushalla) untuk bershalat bersama beliau, setelah pasti diketahui terlihat bulan.

d. Rasulullah memerintahkan para gadis, dan perempuan-perempuan pingitan bahkan perempuan yang berhaid pun untuk pergi kemajlis ‘Ied ini (Walaupun perempuan berhaid berada ditempat terpisah)

e. Rasulullah tidak memerintahkan perempuan haid hadir di shalat Jum’at.

Sabda Rasulullah:“Lima Shalat telah difardhukan Allah swt atas seseorang hamba dalam sehari semalam”, tidak meniadakan kefardhuan shalat ‘Ied, karena shalat lima waktu itu adalah wadhifah (tugas) harian, sedang shalat ‘Ied adalah wadhifah tahunan.

Karena itu tak ada halangan bagi sebagian ulama mewajibkan dua rakaat shalat thawaf karena thawaf bukanlah wadhifah sehari-hari yang dikerjakan berulang-ulang. Juga tak ada halangan mewajibkan shalat jenazah, mewajibkan sujud tilawah, mewajibkan shalat khusuf, sahalat kusuf dan sebagainya.

f. Dan diantara dalil yang menguatkan bahwa shalat ‘Ied merupakan shalat wajib, adalah bahwa shalat ‘Ied dapat menggugurkan shalat Jum’at apabila jatuh pada hari yang sama. Andaikata shalat ‘Ied itu hukumnya sunnat, tentulah tidak dapat menggugurkan shalat fardhu.

g. Menurut Asy Syafi’i dalam al Mukhtasar: “Barangsiapa wajib atasnya menghadiri Jum’at, wajiblah atasnya menghadiri shalat ‘Ied”.

2. Rukyah Mekkah yang harus dijadikan pegangan bersama

Al Allamah Asy Syeikh Muhammad Abu Zahrah dalam salah satu tulisannya berpendapat: “Dengan tidak ragu-ragu kami memilih pendapat Jumhur yang tidak menempatkan ikhtilaful mathali sebagai titik tolak puasa, yaitu pendapat yang ingin mewujudkan persatuan dan kesatuan ummat Islam dalam menghadapi ibadah dan penentuan hari bulan. Beliau juga menandaskan bahwa membiarkan rukyah Kepada Negara (Pemerintah) yang lebih awal mathla’nya, padahal ada kemungkinan Negara itu pada suatu ketika tidak dapat melihat bulan, karena mendung yang sangat tebal, menyebabkan hukum Islam tidak mempunyai fondasi yang kokoh dan tetap.

Karena itu wajiblah kita jadikan mathla’ negara Islam yang mempunyai kedudukan yang tinggi dimata seluruh dunia Islam, mathla’ yang harus dipegang bersama.

Allah dalam menentukan negeri ini, tidak menyerahkan kepada pilihan dan pertimbangan kita masing-masing. Agar tidak menimbulkan perselisihan dan perbedaan pendapat syara’ telah mengisyaratkan pada yang demikian itu dan menjadikan tumpuan manusia semua. Disini diletakkan kiblat mereka yaitu Mekah. Disitu terletak Ka’bah, al Baitul Haram, disekitarnya terletak Arafah. Disana terletak Shafa dan Marwah, disitulah Muhammad saw. diangkat menjadi Rasul dan diberikan risalah..

Dialah Al Baladul Haram. Dialah tumpuan umat Islam seuruhnya dalam bershalat. Disanalah para haji berkumpul setiap tahun.

Kalau demikian, layaklah mathla’nya kita jadikan mathla’ pemersatu umat Islam dalam melaksanakan ibadah yang dipautkan dengan bulan, bukan dengan matahari.

Tuhan swt. telah memilihnya untuk kita. Sangatlah buruk apabila masing-masing daerah bertahan pada mathla’nya karena hal itu mengakibatkan ada penduduk daerah yang merayakan hari Arafah (wuquf) sebelum penduduk Mekkah berwuquf, Begitu pula sebaliknya. Demikian juga menyembelih hadyu dan qurban, walaupun ada ulama yang membolehkannya. Fatwa ulama ini, walaupun sesuai dengan qiyas fiqh namun telalu jauh dari pengertian keagamaan dalam merayakan hari-hari yang mulia.

Jubair ibn Muth’im meriwayatkan dari Rasulullah, sabdanya: “Arrafatu kulluha wa ayyamut tasyriqi kulluha dzibhun= padang Arafah semuanya menjadi tempat wuquf, dan segala hari tasyrik, adalah hari menyembeli hadyu (qurban).”

Nabi menetapkan dengan sabdanya ini bahwa hari-hari tasyrik, haruslah beriringan dengan hari wuquf. Hal ini meliputi semua umat Islam. Maka perayaan hari tasyrik tidaklah mengenai para haji saja. Menetapkan hari tasyrik di setiap daerah. haruslah didasarkan pada hari wuquf di Arafah.. Dengan demikian , tidaklah pada tempatnya, sesuatu daerah Islam menjadikan tasyrik sebelum hari tasyrik di Mekah atau sesudahnya.

Diriwayatkan oleh Al Bukhary, bahwasanya Ibnu Abbas menafsirkan ayyaman ma’dudat dengan hari tasyrik. Ayat ini diturunkan sesudah selesai mengerjakan haji. Hal itu memberi pengertian bahwa hari tasyrik haruslah mengiringi dengan hari wuquf yang sebenarnya terjadi di Mekkah.

Dengan demikian, perayaan hari Arafah, hari nahar, hari tasyrik, haruslah didasarkan kepada mathla’ Mekkah. Mathla’ nyalah yang harus menjadi satu-satunya mathla’ untuk menetapkan hari-hari ibadah yang berpautan dengan bulan dan mathla’nya.

.

oleh :.H.Z Fuad Hasbi

Direktur Pusat Studi Islam dan Perpustakaan

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy

Bintang Maha Putra Utama Republik Indonesia



Pada tanggal 09 November 2007, Pemerintah melalui Presiden R.I Dr H.. Susilo Bambang Yudhoyono telah menganugerahkan Bintang Maha Putra Utama kepada Prof DR Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, yang selama hayatnya lebih lama berkarya diluar tanah kelahirannya.

Catatan perjalanan hidup Almarhum di Aceh tidaklah berjalan mulus banyak benar perlakuan yang diterimanya, yang mengindikasikan bahwa pemikirannya yang dikemukakan kepada masyarakat pada saat itu, telah melampaui daya nalar masyarakat.

Pengalaman hidup almarhum di Aceh dimulai pada tahun 1925 dengan usahanya membuka Madrasah Al Irsyad di kota Lhokseumawe, meniru model Sekolah Modern, Usahanya ini dituduh meniru model sekolah kafir, karena mencoba mengajar kepada murid-muridnya dengan duduk berbanjar diatas bangku dan menggunakan papan tulis tidak duduk melingkar diatas tikar. Alasan pengkafiran ini karena adalah satu pelanggaran, jika ada murid duduk didepan dan ada yang duduk dibangku belakang. Sehingga saat giliran membaca Al Qur-an bagi murid yang duduk dibelalakang ada yang membelakanginya, Sehingga Sekolah Al Irsyad terpaksa ditutup karena tak ada murid yang mau mendaftar.

Kemudian Hasbi mencoba mendirikan Madrasah Al Huda di Krueng Mane, yang terpaksa gulung tikar terkena Ordonansi Guru 1906 yang dikeluarkan Pemerintah Kolonial Belanda.

Karena kegiatannya di Muhammadiyah Hasbi dianggap orang yang tidak dikehendaki. Hasbi ditangkap pada Maret 1946 di Kantornya Mahkamah Syariah di Kutaraja, dan masuk kedalam target untuk dieksekusi bersama beberapa Uleebalang. Hasbi diangkut dengan Kereta Api dari Stasiun kereta api Kutaraja. menuju Sigli untuk kemudian dibawa ke Tangse. Sewaktu berada dalam gerbong kereta api Hasbi tak sanggup menoleh kearah keluarga, wajahnya sendu karena sudah tahu bakal nasib yang akan dialaminya.

Teungku Daud Tangse menolak melaksanakan eksekusi, karena Aceh akan kehilangan seorang ulama dan bila Aceh tak lagi punya ulama yang pandai bagaimana nasib Aceh dikemudian hari. Hasbi dimasukkan kedalam kamp tawanan di Lembah Burni Telong (Aceh Tengah). Jika di Rusia ada kamp di Siberia untuk menempatkan para lawan politik, maka Kamp Burni Telong padanannya.

Kamp ini yang merupakan barak bagi para penderes getah, adalah bangunan tua, tak ada fasilitas apapun. Para tawanan tidur beralaskan tikar diatas papan, makanan berupa ransum dengan lauk ikan asin, dan jika ada pembagian telur asin, maka jatahnya adalah dalam seminggu sekali. Pernah kami sekeluarga diizinkan menjenguk, dan apa yang terlihat sungguh sangat menyedihkan. Sampai kemudian Hasbi dimasukkan kerumah sakit di Takengon, karena terserang paru-paru (1947) Sampai dibebaskan pada tahun 1948, tak ada proses peradilan dilaluinya. Hasbi tak pernah diinterogasi, tak pernah dibawa kemuka Pengadilan untuk diadili dan bebas karena ada desakan dari Pimpinan Muhammadiyah di Yogyakarta dan Wakil Presiden Muhammad Hatta. Selama menjalani masa tahanan di Burni Telong, bermodalkan kitab Suci Al Qur-an, Hasbi menyiapkan naskah Pedoman Shalat dan Pedoman Dzikir dan Do’a.

Dalam tahun 1951, sebelum berangkat Ke Yogyakarta, Hasbi ditunjuk Pemerintah Pusat untuk menjadi salah seorang dari lima orang anggota Missi Haji Pertama ketanah Suci Mekkah, untuk merintis kerjasama dalam pelaksanaan ibadah haji. Missi ini diketuai oleh K. H. R Adnan Ketua Mahkamah Syariah Islam Tinggi di Surakarta. Penunjukan yang sudah sempat diberitahukan kepada anggota Keluarga, pada saat-saat akhir menjelang keberangkatan, namanya dicoret oleh Pemerintah Aceh dan digantikan oleh orang yang dekat dengan Penguasa saat itu.

Hasbi dan keluarga mendapat berkah sewaktu mendapat undangan dari Panitia Kongres Muslimin Indonesia (KMI) ke XV di Yogyakarta yang diselenggarakan pada tahun 1949. Di Yogya dia diperkenalkan oleh H. Abubakar Aceh kepada Menteri Agama saat itu K. H Wahid Hasyim. Serta kepada K.H Fathurrakhman Kafrawi yang menjadi Ketua Panitia Pendirian Sekolah Persiapam PTAIN.

Tawaran yang menantang ini serta perlakuan-perlakuan yang diterima di Aceh, dengan senang hati Hasbi pindah ke Yogyakarta. Hasbi diangkat menjadi dosen, padahal dia sama sekali tindak punya gelar ilmiah dari sebuah Perguruan Tinggi atau tamatan Perguruan Tinggi di Timur Tengah.

Di Yogya-lah Hasbi bisa mengembangkan diri. Dia menulis buku-buku yang sekarang menjadi buku unggulan. Tafsir An Nuur, Tafsir Al Bayan, Koleksi Hadits-Hadits Hukum serta Mutiara Hadits disiapkan di Yogya diwaktu luang sehabis mengajar. Dengan gaji yang kecil, Hasbi terpaksa mengajar dibeberapa Sekolah. Disamping di PTAIN (yang kemudian pada tahun 1960 berubah menjadi Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga).

Atas undangan Gubernur Aceh saat itu Prof Ali Hasymi, pada tahun 1962, Hasbi diminta untuk membuka Fakultas Syariah di Darussalam Banda Aceh, yang merupakan embrio Institut Agama Islam Negeri Ar Raniry. Hasbi hanya bisa bertahan 1 tahun tinggal di Darussalam, walaupum diberi rumah. Mobil, dan tanah seluas 600 m2 didaerah Lingke (sekarang sudah dijadikan Asrama Haji karena Hasbi tak sempat mengurus balik nama tanah tersebut ke kantor Agraria). Hasbi kemudian kembali ke Yogyakarta. Salah satu sebabnya adalah pemikiran pembaruan yang dikemukakannya yang dianggap terlalu maju masih tidak bisa diterima oleh sebagian masyarakat yang berada disekitar masjid Lamnyong, Darussalam, Banda Aceh.. Dalam salah sebuah diskusi Hasbi mengatakan bahwa Agama Islam harus dipelajari berdasarkan Science (Ilmu Pengetahuan). Oleh sebagian Teungku yang tak terbiasa mendengar kata “science” dikatakan bahwa Hasbi ingin membangun Islam meniru model “said”.

Almarhum mantan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dalam buku Biografinya, “Namaku Ibrahim Hasan” mengatakan bahwa jika dia tak disukai di Aceh adalah hal yang kecil, sebab Hasbi seorang ulama besar juga kurang disukai di tanah kelahirannya sendiri dan terpaksa hijrah keluar Aceh.

Dalam Simposium 100 tahun Hasbi yang diselenggarakan oleh IAIN Ar Raniry dan Dinas Kebudayaan Propinsi NAD, September 2003, yang dibahas oleh para Teungku bukan substansi pemikiran berdasarkan makalah yang dipresentasikan oleh beberapa Guru besar baik dari IAIN Bandung, Yogyakarta ataupun Medan, namun lebih terfokus mengenai kepindahan Hasbi ke Jawa, apa benar dia ada garis keturunan dengan Abubakar Ash Shiddieq sehingga menambah gelar “Ash Shiddieqy” dibelakang namanya. Terlepas apakah dia pakai gelar Ash Shiddieqy dibelakang namanya, namun satu hal sebetulnya yang penting dibahas apa kontribusi Hasbi dalam pengembangan Ilmu Fiqh, peranan dalam memajukan pendidikan

Kepakaran Hasbi cukup diakui oleh Dunia Internasional. Bangsa ini boleh bangga, bahwa seorang tamatan dayah, dan belum berpredikat Profesor (1957, dia diangkat sebagai Gurubesar IAIN pada tahun 1960), Universitas Punjab, Lahore, mengundang Hasbi untuk mempresentasikan makalah dengan judul: The Attitude of Islam toward Knowledge. Hasbi yang tak menguasai bahasa Inggris, namun makalah yang dibawanya dalam Bahasa Arab cukup pasih dan mendapat pujian dari pakar-pakar Islam yang hadir dalam Colloquium tersebut.

Undangan Pemerintah pada Desember 1975 untuk Hasbi dan isteri dapat menunaikan ibadah haji, tak sempat dipenuhi, karena beberapa hari menjelang ke berangkatan pada tanggal 9 Desember 1975 Hasbi berpulang kerahmatullah di rumah sakit Islam Jakarta.

Ada beberapa sikap Hasbi yang tercermin dalam perilaku keilmuannya.,

a. Perjuangan memperkenalkan kebenaran kepada masyarakat harus dilakukan dengan sepenuh hati dan kegigihan yang luar biasa dan tidak takut terhadap segala rintangan karena niatnya semata-mata karena Allah swt.

b. Bahwa membuka diri terhadap perubahan serta mencari ilmu dan informasi dari berbagai sumber adalah satu keharusan untuk mendapatkan hakikat kebenaran

c. Bahwa kita harus mendengar, menghargai, menggali secara mendalam pendapat para ulama terlebih dahulu sebelum mengungkapkan pendapat kita.

d. Bahwa kemauan menuntut ilmu dan kegigihan mendalami ilmu agama tidak terbatas pada bangku sekolah dan pendidikan formal.

Alhamdulillah penderitaan-penderitaan yang dialami almarhum di Aceh tak separah yang dialami Rasulullah saw pada awal Islam di Mekkah.

Hasbi mengalami nasib yang sungguh berbeda setelah hijrah dari Aceh.

Dari seorang yang tak berijazah S1, dan seorang yang berlajar huruf Latin secara sembunyi-sembunyi, nama Hasbi kini dikenal luas sampai ke mancanegara.

Menteri Agama R.I H. Muhammad Maftuh Basuni, sangat menghargai apa yang dikerjakan Hasbi dan kontribusinya kepada dunia ilmu pengetahuan, sehingga lewat Departemen Agama R I, Hasbi diusulkan untuk mendapat Gelar Bintang Maha Putra Utama, dan usul ini kemudian berwujud.

Ada beberapa thesis Doktor yang ditulis mengenai Hasbi, baik di Mc Gill University di Montreal, Canada, Universitas Kebangsaan Malaysia di Kuala Lumpur, Universitas Al Azhar, Cairo,

Kesan yang muncul sekarang, adalah penilaian terhadap Hasbi semata-mata karena sikap tidak senang dan tidak mau tahu.. Tanpa mempelajari buku Hasbi, hanya berdasarkan “kata orang” muncul berbagai penilaian terhadap Hasbi, yang kadangkala mendekati fitnah, seperti Hasbi tidak pernah shalat Jum’at di Masjid, dan selama 15 tahun di Yogyakarta, dia menganggap dirinya seorang musafir yang boleh mengqasharkan shalat lima waktu. Kedua hal yang terakhir sama sekali tidak benar.

Ada cerita lucu, bahwa pada suatu ketika ada orang menyodorkan sebuah buku tanpa kulit muka. Setelah buku itu dibaca, sambil mengangguk-angguk dia memuji tulisan pengarangnya dia memuji pendapat yang tertera dalam buku itu. Namun dia agak malu, ketika kulit buku dipasangkan kembali dan ternyata buku tersebut adalah karya Hasbi.

Penulisan mengenai perjalanan hidup Hasbi ini dimaksukan agar kita di Aceh bisa terbuka mata, bisa menghargai orang yang mengabdikan dirinya kepada dunia pengetahuan tanpa pamrih.

Bila kita rajin membaca buku Hasbi, bisa dibaca bahwa dia tak pernah menyerang pribadi orang yang tidak sependapat, tidak pernah mengeluarkan kata-kata hujatan bahwa pendapat lawannya itu sesat menyesatkan. Kata-kata “sesat menyesatkan” sering dialamatkan kepadanya. Dan reaksi beliau adalah mengemukakan dalil baik dari Al Qur-an maupun dari Sunnah, mengapa dia berpendapat demikian.

Kalau kita ingin maju, baca buku yang banyak perbandingkan isinya, pilih mana yang benar menurut pendapat kita. Kalau kita tak mau membaca, menggantungkan pendapat kepada apa yang “kata orang”, kita akan dilanda badai reformasi pemikiran baru dan kita akan “ketinggalan kereta”. Jangan karena ingin meniru Nabi kita enggan berwudhu lewat keran air, dan tetap berwudhu dari air kolam.

Selasa, 22 Juli 2008

PUSAT STUDY ISLAM & PERPUSTAKAAN TGK. M. HASBI ASH SHIDDIEQY



Yayasan Teungku Hasbi Ash Shiddieqy didirikan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2005 dihadapan notaris Ny. Wasiati Basuki, SH. Yayasan hasbi ini bergerak dibidang sosial pendidikan dan keagamaan.

Visi

Untuk menjadi inspirasi bagi bangkitnya pembaruan pemikiran Islam serta sebagai media dakwah khususnya di Aceh dan dunia Islam pada umumnya sehingga bisa menjadi rujukan bagi dunia pendidikan dan keilmuan.

Misi


1. Membangun, mengelola pengembangan perpustakaan Islam secara profesional guna menunjang dunia pendidikan dan keilmuan
2. Membangun, mengelola dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, baik formal maupun non formal guna melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan berakhlak
3. Membantu upaya pemerintah (Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe) dalam mengelola dakwah sosial dan ekonomi dalam rangka mewujudkan masyarakat madani

Gedung Pusat Study Islam Dan perpustakaan


Dibangun diatas tanah seluas 1320 M2 yang diwakafkan keluarga H. Z. Fuad Hasbi. Pembangunan gedung yang terletak di Jalan Pasee, Mongeudong, Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam ini menelan biaya sebesar Rp. 1.100.000.000,- (Satu Milyar Seratus Juta Rupiah) yang sebagian besar berasal dari sumbangan para ahli waris.
Peletakan batu pertama dilakukan oleh walikota Lhokseumawe saat itu, Drs. Marzuki M. Amin pada tanggal 12 Januari 2006
Peresmian dilakukan oleh Prof. Dr. Atho' Mudzhar Kepala Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI pada tanggal 21 April 2007 dengan penyelenggaraan Seminar Nasional tentang Penyelengaraan Pendidikan dan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam.
Gedung Seluas 600 M2 ini memiliki fasilitas utama antara lain : Ruang Serbaguna, Ruang Kuliah, dan Perpustakaan Islam

Perpustakaan Tgk. Al-Qadli Husein

Untuk mengenang (alm) Tgk Al-Dadhi Husein yaitu ayahanda Tgk. M. Hasbi Ash Shiddieqy maka perpustakaan yang ada didalam gedung Tgk. Hasbi kami beri nama Perpustakaan Tgk. Al-Qadli Husein, Alhamdulillah perpustakaan ini banyak diminati oleh para pemikir Islam intelektual dan masyarakat lhokseumawe umumnya, perpustakaan ini sangat berguna bagi para mahasiswa universitas Islam yang ada di Lhokseumawe dan Aceh Utara. Banyak dari mereka yang mengunakan perpustakaan ini untuk melengkapi baik itu skripsi maupun tesis. sampai saat ini memang kita belum memiliki banyak judul buku diperpustakan, baru berkisar sekitar 1000 judul buku, dan buku tersebut kebnayakan sumbangan ahli waris Tgk. M. Hasbi dan masyarakat umum yang berniat mengembangkan perpustakaan ini.

Penerbitan Bulletin Dakwah An-nuur

Untuk mensyiarkan dakwah Islam dan meningkatkan pemahaman keagamaan masyarakat Muslim, kami menerbitkan Bulletin Jumat yang berisi tentang topik-topik keislaman dan pemikiran Keagamaan (Islam). Bulletin ini diedarkan secara cuma-cuma (gratis) kebeberapa masjid di kota Lhokseumawe maupun Aceh Utara. respon masyarakat terhadap bulletin ini sangat positif. saat ini terbit 2 kali dalam sebulan. untuk tanya jawab kami menyediakan khusus rubiknya dan akan dijawab oleh redaksi merujuk kepada buku-buku yang ditinggalkan alhm. Tgk. M. Hasbi Ash Shiiddieqy